Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala.
Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad,
juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang
menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.
Wahai Ikhwan yang mulia, saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari sisi Allah yang baik dan diberkati: assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Pada malam ini, yang merupakan akhir
bulan Sya’ban, kita menutup serial kajian kita tentang Al-Qur’anul
Karim, tentang kitab Allah subhanahu wa ta’ala. Insya Allah, pada
sepuluh malam yang pertama bulan Syawal, kita kembali kepada tema
tersebut. Setelah itu kita akan membuka serial baru dari ceramah-ceramah
Ikhwan, yang temanya insya Allah: Kajian- Kajian tentang Sirah Nabi dan Tarikh Islam.
Ramadhan adalah bulan perasaan dan
ruhani, serta saat untuk menghadapkan diri kepada Allah. Sejauh yang
saya ingat, ketika bulan Ramadhan menjelang, sebagian Salafush Shalih
mengucapkan selamat tinggal kepada sebagian lain sampai mereka berjumpa
lagi dalam shalat ‘Id. Yang mereka rasakan adalah ini bulan ibadah,
bulan untuk melaksanakan shiyam (puasa) dan qiyam (shalat malam) dan kami ingin menyendiri hanya dengan Tuhan kami.
Ikhwan sekalian, sebenarnya saya
berupaya untuk mencari kesempatan untuk mengadakan kajian Selasa pada
bulan Ramadhan, tetapi saya tidak mendapatkan waktu yang sesuai. Jika
sebagian besar waktu selama setahun telah digunakan untuk mengadakan
kajian-kajian tentang Al-Qur’an, maka saya ingin agar waktu yang ada di
bulan Ramadhan ini kita gunakan untuk melaksanakan hasil dari
kajian-kajian tersebut. Apalagi, banyak di antara ikhwan yang
melaksanakan shalat tarawih dan memanjangkannya, sampai mengkhatamkan
Al-Qur’an satu kali di bulan Ramadhan. Ini merupakan cara mengkhatamkan
yang indah. Jibril biasa membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an
dari Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam sekali dalam setahun.
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
mempunyai sifat dermawan, dan sifat dermawan beliau ini paling menonjol
terlihat pada bulan Ramadhan ketika Jibril membacakan dan mendengarkan
bacaan Al- Qur’an beliau. Beliau lebih dermawan dan pemurah dibandingkan
dengan angin yang ditiupkan. Kebiasaan membacakan dan mendengarkan
bacaan Al-Qur’an ini terus berlangsung sampai pada tahun ketika
Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam diberi pilihan untuk menghadap kepada Ar-Rafiq Al-A’la (Allah subhanahu wa ta’ala —penj.), maka ketika itu Jibril membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an beliau dua kali. Ini merupakan isyarat bagi Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bahwa tahun ini merupakan tahun terakhir beliau hidup di dunia.
Ikhwan sekalian, Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda mengenainya, “Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada hamba di hari kiamat. Puasa akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalanginya dari makan dan syahwat, maka perkenankanlah aku memberikan syafa’at untuknya.’ Sedangkan Al-Qur’an akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka perkenankan aku memberikan syafa’at untuknya.’ Maka Allah memperkenankan keduanya memberikan syafaat.” (HR. Imam Ahmad dan Ath-Thabrani)
Wahai Ikhwan, dalam diri saya terbetik
satu pemikiran yang ingin saya bicarakan. Karena kita berada di pintu
masuk bulan Puasa, maka hendaklah pembicaraan dan renungan kita
berkaitan dengan tema bulan Ramadhan.
Ikhwan sekalian, kita telah berbicara
panjang lebar tentang sentuhan perasaan cinta dan persaudaraan yang
dengannya Allah telah menyatukan hati kita, yang salah satu dampaknya
yang paling terasa adalah terwujudnya pertemuan ini karena Allah. Bila
kita tidak akan berjumpa dalam masa empat pekan atau lebih, maka bukan
berarti bara perasaan ini harus padam atau hilang. Kita tidak mesti
melupakan prinsip-prinsip luhur tentang kemuliaan dari persaudaraan
karena Allah, yang telah dibangun oleh hati dan perasaan kita dalam
majelis yang baik ini. Sebaliknya, saya yakin bahwa ia akan tetap
menyala dalam jiwa sampai kita bisa berjumpa kembali setelah masa
liburan ini, insya Allah. Jika ada salah seorang dari Anda melaksanakan
shalat pada malam Rabu, maka saya berharap agar ia mendoakan kebaikan
untuk ikhwannya. Jangan Anda lupakan ini! Kemudian saya ingin Anda
selalu ingat bahwa jika hati kita merasa dahaga akan perjumpaan ini
selama pekan-pekan tersebut, maka saya ingin Anda semua tahu bahwa
dahaganya itu akan dipuaskan oleh mata air yang lebih utama, lebih
lengkap, dan lebih tinggi, yaitu hubungan dengan Allah subhanahu wa ta’ala, yang merupakan cita-cita terbaik seorang mukmin bagi dirinya, di dunia maupun akhirat.
Karena itu, Ikhwan sekalian, hendaklah Anda semua berusaha agar hati Anda menyatu dengan Allah subhanahu wa ta’ala pada malam-malam bulan mulia ini. Sesungguhnya puasa adalah ibadah yang dikhususkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bagi diri-Nya sendiri. “Semua amalan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, la adalah untuk-Ku dan Aku akan memberikan balasannya.”
Ini, wahai Akhi, mengisyaratkan bahwa
setiap amal yang dilaksanakan oleh manusia mengandung manfaat lahiriah
yang bisa dilihat, dan di dalamnya terkandung semacam bagian untuk diri
kita. Kadang-kadang jiwa seseorang terbiasa dengan shalat, sehingga ia
ingin melaksanakan banyak shalat sebagai bagian bagi dirinya.
Kadang-kadang ia terbiasa dengan dzikir, sehingga ia ingin banyak
berdzikir kepada Allah sebagai bagian bagi dirinya. Kadang-kadang ia
terbiasa dengan menangis karena takut kepada Allah, maka ia ingin banyak
menangis karena Allah sebagai bagian bagi dirinya. Adapun puasa, wahai
Akhi, di dalamnya tidak terkandung apa pun selain larangan. Ia harus
melepaskan diri dari bermacam keinginan terhadap apa yang menjadi bagian
dirinya. Bila kita terhalang untuk berjumpa satu sama lain, maka kita
akan banyak berbahagia karena bermunajat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan berdiri di hadapan-Nya, khususnya ketika melaksanakan shalat tarawih.
Ikhwan sekalian, hendaklah senantiasa ingat bahwa Anda semua berpuasa karena melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta’ala.
Maka berusahalah sungguh-sungguh untuk beserta dengan Tuhan Anda dengan
hati Anda pada bulan mulia ini. Ikhwan sekalian, Ramadhan adalah bulan
keutamaan. Ia mempunyai kedudukan yang agung di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini telah dinyatakan dalam kitab-Nya,
“(Beberapa hari yang ditentukan itu
ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
Wahai Akhi, pada akhir ayat ini Anda mendapati: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185). Puasa adalah kemanfaatan yang tidak mengandung bahaya. Dengan penyempurnaan puasa ini, Allah subhanahu wa ta’ala
akan memberikan hidayah kepada hamba-Nya. Jika Allah memberikan taufiq
kepada Anda untuk menyempurnakan ibadah puasa ini dalam rangka menaati
Allah, maka ia adalah hidayah dan hadiah yang patut disyukuri dan
selayaknya Allah dimahabesarkan atas karunia hidayah tersebut.
“Danhendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Kemudian, lihatlah wahai Akhi, dampak dari semua ini. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)
Wahai Akhi, di sini Anda melihat bahwa Allah Yang Mahabenar meletakkan ayat ini di tempat ini untuk menunjukkan bahwa Dia subhanahu wa ta’ala paling dekat kepada hamba-Nya adalah pada bulan mulia ini.
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengistimewakan bulan Ramadhan. Mengenai hal itu terdapat beberapa ayat dan hadits. Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Jika
Bulan Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka
ditutup, setan-setan dibelenggu, kemudian datang seorang penyeru dari
sisi Allah Yang Mahabenar subhanahu wa ta’ala, ‘Wahai pencari kejahatan,
berhentilah! Dan wahai pencari kebaikan, kemarilah!’”
Wahai Akhi, pintu-pintu surga
dibuka, karena manusia berbondong-bondong melaksanakan ketaatan, ibadah,
dan taubat, sehingga jumlah pelakunya banyak. Setan-setan dibelenggu,
karena manusia akan beralih kepada kebaikan, sehingga setan tidak mampu
berbuat apa-apa. Hari-hari dan malam-malam Ramadhan, merupakan masa-masa
kemuliaan yang diberikan oleh Al-Haq subhanahu wa ta’ala, agar orang-orang yang berbuat baik menambah kebaikannya dan orang-orang yang berbuat jahat mencari karunia Allah subhanahu wa ta’ala sehingga Allah mengampuni mereka dan menjadikan mereka hamba-hamba yang dicintai dan didekatkan kepada Allah.
Keutamaan dan keistimewaan paling besar bulan ini adalah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah memilihnya menjadi waktu turunnya Al-Qur’an. Inilah keistimewaan yang dimiliki oleh bulan Ramadhan. Karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala mengistimewakan dengan menyebutkannya dalam kitab-Nya.
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Ada ikatan hakikat dan fisik antara
turunnya Al-Qur’an dengan bulan Ramadhan. Ikatan ini adalah selain bahwa
Allah telah menurunkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan, maka di bulan ini
pula Dia mewajibkan puasa. Karena puasa artinya menahan diri dari hawa
nafsu dan syahwat. Ini merupakan kemenangan hakikat spiritual atas
hakikat materi dalam diri manusia. Ini berarti, wahai Akhi, bahwa jiwa,
ruh, dan pemikiran manusia pada bulan Ramadhan akan menghindari
tuntutan-tuntutan jasmani. Dalam kondisi seperti ini, ruh manusia berada
di puncak kejernihannya, karena ia tidak disibukkan oleh syahwat dan
hawa nafsu. Ketika itu ia dalam keadaan paling siap untuk memahami dan
menerima ilmu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Karena itu, bagi Allah, membaca Al-Qur’an merupakan ibadah paling utama pada bulan Ramadhan yang mulia.
Pada kesempatan ini, Ikhwan sekalian, saya akan meringkaskan untuk Anda semua pandangan-pandangan saya tentang kitab Allah subhanahu wa ta’ala, dalam kalimat-kalimat ringkas.
Wahai Ikhwan yang mulia, tujuan-tujuan asasi dalam kitab Allah subhanahu wa ta’ala dan prinsip-prinsip utama yang menjadi landasan bagi petunjuk Al-Qur’an ada tiga:
1. Perbaikan Aqidah
Anda mendapati bahwa Al-Qur’anul Karim
banyak menjelaskan masalah aqidah dan menarik perhatian kepada apa yang
seharusnya tertanam sungguh-sungguh di dalam jiwa seorang mukmin, agar
ia bisa mengambil manfaatnya di dunia dan di akhirat. Keyakinan bahwa
Allah subhanahu wa ta’ala adalah Yang Maha Esa, Yang Mahakuasa,
Yang menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan bersih dari seluruh
kekurangan. Kemudian keyakinan kepada hari akhir, agar setiap jiwa
dihisab tentang apa saja yang telah dikerjakan dan ditinggalkannya.
Wahai Akhi, jika Anda mengumpulkan
ayat-ayat mengenai aqidah dalam Al-Qur’an, niscaya Anda mendapati bahwa
keseluruhannya mencapai lebih dari sepertiga Al-Qur’an. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Al-Baqarah, “Hai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang
yang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa. Dialah Yang menjadikan bumi
sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan
air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala
buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian; karena itu janganlah kalian
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 21-22). Wahai Akhi, setiap kali membaca surat ini, Anda mendapati kandungannya ini melintang di hadapan Anda.
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman dalam surat Al-Mukminun, “Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan
menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kalian tidak
ingat?’ Katakanlah, ‘Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang
Empunya ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’
Katakanlah, ‘Maka apakah kalian tidak bertaqwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah
yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia
melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya,
jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab,‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka dari jalanmanakah kalian ditipu?’ Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta.” (QS. Al-Mukminun: 84-90)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman di surat yang sama, “Apabila
sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara
mereka pada hari itu dan tidak pula mereka saling bertanya. Barangsiapa
yang berat timbangan (kebaikannya) maka mereka itulah orang-orang yang mendapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangan (kebaikannya),maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam.” (QS. Al-Mukminun: 101-103)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat. Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya. Dan manusia bertanya, ‘Mengapa bumi (jadi begini)?’
Pada hari itu bumi menceritakan beritanya. Karena sesungguhnya Tuhanmu
telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia
keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya
diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al-Zalzalah: 1-8)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Hari Kiamat. Apakah hari Kiamat itu?Tahukah kalian apakah hari Kiamat itu?” (QS. Al-Qari’ah: 1-3)
Dalam surat lain Allah berfirman, “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian. Sampai kalian masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu). Dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui.” (QS. At-Takatsur: 1-4)
Wahai Akhi, ayat-ayat ini menjelaskan hari akhirat dengan penjelasan gamblang yang bisa melunakkan hati yang keras.
2. Pengaturan Ibadah
Anda juga membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala mengenai ibadah.
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah: 43)
“…diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian.”(QS. Al-Baqarah: 183)
“…mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.’” (QS. Nuh: 10).
Dan banyak lagi ayat-ayat lain mengenai ibadah.
3. Pengaturan Akhlak
Mengenai pengaturan akhlak, wahai Akhi, Anda bisa membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala,
“Dan demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya.Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.”(QS. Asy-Syams: 7-8)
“…Sesungguhnya Allah tidak mengubahkeadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang adadalam diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
“Adakah orang yang mengetahuibahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itubenar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakalsaja yang dapat mengambil pelajaran. (Yaitu) orang-orang yang memenuhijanji
Allah dan tidak merusak perjanjian. Dan orang-orang yang sabar karena
mencari ridha Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian
rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau
terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang
itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). (Yaitu) surga ‘Adn
yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang
shalih dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya, sedang
malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.
(Sambil mengucapkan), ‘Salamun ‘alaikumbima shabartum (keselamatan atasmu berkat kesabaranmu),’ makaalangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d: 19-24)
Wahai Akhi, Anda mendapati bahwa akhlak-akhlak mulia bertebaran dalam kitab Allah subhanahu wa ta’ala dan bahwa ancaman bagi akhlak-akhlak tercela sangatlah keras. “Dan
orang-orang yang memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang
memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk
(Jahanam).” (QS. Ar-Ra’d: 25)
Inilah peraturan-peraturan tersebut,
Ikhwan sekalian, sebenarnya, peraturan-peraturan itu lebih tinggi
daripada yang dikenal oleh manusia, karena di dalamnya terkandung semua
yang dikehendaki manusia untuk mengatur urusan masyarakat. Ketika
mengupas sekelompok ayat, maka Anda mendapati makna-makna ini jelas dan
gamblang.
“Seperempat Juz Khamr” yang diawali dengan “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi” (QS. Al-Baqarah: 219), mengandung
lebih dari dua puluh lima hukum praktis: tentang khamr, judi, anak-anak
yatim, pernikahan laki-laki dan wanita-wanita musyrik, haid, sumpah, ila’,talak,
rujuk, khuluk, nafkah, dan hukum-hukum lainnya yang banyak sekali Anda
dapatkan dalam seperempat juz saja. Hal ini karena surat Al-Baqarah
datang untuk mengatur masyarakat Islam di Madinah.
Ikhwan tercinta, hendaklah Anda semua
menjalin hubungan dengan kitab Allah. Bermunajatlah kepada Tuhan dengan
kitab Allah. Hendaklah masing-masing dari kita memperhatikan
prinsip-prinsip dasar yang telah saya sebutkan ini, karena itu akan
memberikan manfaat yang banyak kepada Anda, wahai Akhi. Insya Allah Anda
akan mendapatkan manfaat darinya.
Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Sayidina Muhammad dan kepada segenap keluarga dan sahabatnya.
0 komentar:
Posting Komentar